Begitu Cepat Pergi
oleh : Velya Ramadhani
oleh : Velya Ramadhani
Tak ku abaikan semua orang. Aku harus
berlari menuju sekolah. Bel sudah berbunyi saat aku turun dari mobil yang hanya
mengantarku sampai ke persimpangan sekolah. Nyaris aku datang terlambat
karena terbangun kesiangan. Pas pada
waktunya aku berbaris. Memang ini bukan hal aneh bagiku.Karena aku selalu
mengalami kejadian ini. Sangat sering aku terlambat dan nyaris mendapat
hukuman. Setelah apel pagi usai, aku pergi ke kelas bersama temanku. Aku pun
mengikuti pelajaran. Dari pagi sampai pulang sekolah semua seperti biasa saja.
Tak ada yang begitu istimewa.
Aku pulang dengan perasaan lelah. Tak
ingin kulakukan apapun. Aku hanya ingin mengistirahatkan tubuhku ini. Baru
beberapa menit aku membaringkan tubuhku, Hp ku bergetar ada panggilan masuk.
Aku tak ingin mengangkatnya. Aku tak ingin beranjak dari tempat tidurku. Ku
biarkan dia bergetar lama. Tapi ia terus bergetar tanpa henti. Dengan amarah ku
angkat Hp ku. “HALO !?’ nada ku tinggi menjawab. “kakaaakk .. apa kabar kakak ?
” dengan irama senang si penelepon menjawab. Kakak ? siapa ini? Lalu aku
melihat HP ku. Ternyata adik sepupu yang paling ku sayangi menelepon dari
bangka belitung. Sentak amarah dan rasa lelah ku pun berubah menjadi perasaan
gembira seketika. Sudah lama aku tak berbicara dengan adikku ini. Adikku
bercerita panjang lebar denganku. Aku begitu senang. Dia bercerita tentang
sekolahnya yang mengasyikkan. Aku pun yang hanya mendengarkan celotehan nya pun
hanya bisa tersenyum. Dia begitu semangat. Aku bicara lama sekali dengannya.
Tapi, tiba-tiba telepon terputus.
Entah karena apa. Kulihat HP ku. Jaringan disini bagus. Apa yang memutuskan?
Aku berpikir adikku itu akan menelepon ku sekali lagi. Tapi ku tunggu tak juga
datang. “Mungkin pulsa orangtuanya habis.” Pikirku positif.
Beberapa hari kemudian. Pagi ini
seperti biasa. Aku datang terlambat. Tapi itu sudah menjadi sarapan pagiku
setiap hari. Hari ini olahraga. Aku memang mencintai olahraga. Itu pelajaran
yang aku sukai. Tapi hari ini aku berbeda. Aku tak ingin olahraga sama sekali.
Aku terlalu lelah untuk olahraga. Aku tak semangat olahraga. Akhir-akhir ini
aku sering kelelahan. Entah apa yang terjadi dalam diriku.
Aku bergegas pulang. Tak ingin
melakukan kegiatan apapun. Apapun itu. Setiba dirumah, tak ku buka sepatu ku,
aku langsung melempar tas dan mehempaskan tubuhku di atas tempat tidurku. Nyaris
aku akan tertidur tiba-tiba HP ku berbunyi lagi. Aku berharap itu dari adikku.
Dan ternyata benar. Yap, suasana hatiku berubah kembali. Kali ini ceritaku
dengan adikku lebih menarik. Dia bercerita tentang kakak kelas yang
menyukainya. Sampai-sampai teman sekelasnya mentertawakannya. Tapi hari ini dia
hanya sebentar meneleponku. Dia bilang ada urusan. Dengan berat hati ku tutup
telepon tersebut.
Keesokkan harinya adalah hari yang
menyenangkan bagiku. Entah kenapa aku sangat bahagia sekali. Aku mengikuti
pelajaran dengan baik. Tak seperti biasanya, aku hanya bermalas-malasan dan
tidak memperhatikan guru. Sampai pulang aku bahagia. Sampai temanku heran
padaku. Kenapa aku begitu semangat hari ini. Setelah sekolah berakhir, aku
pulang ke rumah. Pintu rumahku terbuka tidak seperti biasanya. kulihat ada
sendal orangtuaku dan saudara-saudaraku. Ku masuk kedalam rumah melihat apa
yang terjadi. Tampak semua keluargaku menangis. Tak ku hiraukan mereka. Mungkin
masalah keluarga atau apa. Memang aku tak biasa ikut campur dalam masalah
keluarga. Aku hanya masuk ke kamar tanpa bertanya apa yang terjadi.Tapi aku
melihat mereka semua menangis. Bahkan kakakku menagis tersedu-sedu. Tetap aku
tak memberanikan diri untuk bertanya.
Aku ingin menelepon adikku untuk
menenagkan keherananku. Mungkin aku bisa mendengar cerita-cerita tentang
dirinya. Tapi aku tak menemukan HP ku. Lalu aku keluar dari kamarku dan melihat
HP ku digenggam oleh kakakku. “adik yang di bangka belitung meninggal karena
demam tadi pagi. Kakak dapat telepon tadi dari orangtuanya.” Perkataan kakakku
mengagetkanku. Tak jadi aku mengambil HP ku aku bali lagi kekamarku tanpa
sepatah katapun. Kosong. Pikiran ku kosong. Aku tak mengerti semua ini. Akupun
kembali keluar kamarku dan sampai keluar rumahku. Aku duduk di teras rumahku.
Akhirnya keluar juga air mataku yang telah berusaha ku tahan daritadi. Kenapa?
Kenapa begitu cepat pergi ? hanya demam. Dia hanya demam dan pergi ? lantas aku
berbicara kasar dalam hatiku.” Dia masih kecil. Dia belum menggapai
cita-citanya. Dia belum membalas jasa orangtuanya. Kenapa pergi ? dia masih
belum merasakan dunia. Banyak hal yang ingin dilakukannya. Tuhan , kau sungguh
kejam” kataku dalam hati. aku terduduk lemas. Tak sanggup bergerak lagi. Serasa
tubuhku tak bertulang. Kebahagiaan di sekolah berubah menjadi tangisan
kesedihan. Ku tatap langit yang amat cerah. Suasana langit sekarang tak sesuai
dengan cuaca dihatiku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar