Asuransi Syariah
A. Pengertian Asuransi Syariah
Menurut Dewan Syariah Nasional, definisi ASURANSI SYARIAH (Ta’min,
Takaful atau Tadhamun) adalah usaha untuk saling melindungi dan tolong
menolong diantara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset dan atau
tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu
melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Asuransi Syariah adalah sebuah sistem dimana para peserta
meng-infaq-kan/menghibahkan sebagian atau seluruh kontribusi yang akan
digunakan untuk membayar klaim, jika terjadi musibah yang dialami oleh sebagian
peserta. Peranan perusahaan disini hanya sebatas pengelolaan operasional
asuransi dan investasi dari dana-dana/kontribusi yang diterima/dilimpahkan
kepada perusahaan.
Asuransi syari’ah disebut juga dengan asuransi ta’awun yang artinya tolong menolong atau
saling membantu . Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Asuransi ta’awun
prinsip dasarnya adalah dasar syariat yang saling toleran terhadap sesama
manusia untuk menjalin kebersamaan dalam meringankan bencana yang dialami
peserta. Prinsip ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat
2, yang artinya :
“Dan saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan
jangan saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan”
B.
Alasan Asuransi Syariah
Asuransi
yang selama ini digunakan oleh mayoritas masyarakat (konvensional) bukan
merupakan asuransi yang dikenal oleh para pendahulu dari kalangan ahli fiqh,
karena tidak termasuk transaksi yang dikenal oleh fiqh Islam, dan tidak pula
dari kalangan para sahabat yang membahas hukimnya.
Terjadi
perbedaan pendapat ulama tentang asuransi non syariah (konvensional) yang
disebabkan oleh perbedaan ilmu dan ijtihad mereka. Alasannya antara lain :
1. Pada transaksi asuransi konvensional terdapat jahalah (ketidaktahuan)
dan ghoror(ketidakpastian),
dimana tidak diketahui siapa yang akan mendapatkan keuntungan atau kerugian
pada saat berakhirnya periode asuransi.
2. Di dalamnya terdapat riba atau syubhat riba.
Hal ini akan lebih jelas dalam asuransi jiwa, dimana seseorang yang membeli
polis asuransi membayar sejumlah kecil dana/premi dengan harapan mendapatkan
uang yang lebih banyak dimasa yang akan datang, namun bisa saja dia tidak
mendapatkannya. Jadi pada hakekatnya transaksi ini adalah tukar menukar uang,
dan dengan adanya tambahan dari uang yang dibayarkan, maka ini jelas mengandung
unsur riba, baik riba fadl dan riba nasi’ah.
3. Asuransi ini termasuk jenis perjudian (maysir),
karena salah satu pihak membayar sedikit harta untuk mendapatkan harta yang
lebih banyak dengan cara untung-untungan atau tanpa pekerjaan. Jika terjadi
kecelakaan ia berhak mendapatkan semua harta yang dijanjikan, tapi jika tidak
maka ia tidak akan mendapatkan apapun.
Melihat
ketiga hal di atas, dapat dikatakan bahwa transaksi dalam asuransi konvensional
yang selama ini kita kenal, belum sesuai dengan transaksi yang dikenal dalam fiqh
Islam. Asuransi syari’ah dengan prinsip ta’awunnya, dapat diterima oleh
masyarakat dan berkembang cukup pesat pada beberapa tahun terakhir ini.
Asuransi
syariah dengan perjanjian di awal yang jelas dan transparan serta aqad yang
sesuai syariah, dimana dana-dana dan premi asuransi yang terkumpul (disebut
juga dengan dana tabarru’) akan dikelola secara profesional oleh perusahaan
asuransi syariah melalui investasi syar’i dengan berlandaskan prinsip syariah.
Dan pada
akhirnya semua dana yang dikelola tersebut (dana tabarru’) nantinya akan
dipergunakan untuk menghadapi dan mengantisipasi terjadinya
musibah/bencana/klaim yang terjadi diantara peserta asuransi. Melalui asuransi
syari’ah, kita mempersiapkan diri secara finansial dengan tetap mempertahankan
prinsip-prinsip transaksi yang sesuai dengan fiqh Islam. Jadi tidak ada
keraguan untuk berasuransi syari’ah.
C.
Perbedaan Asuransi Syariah
dengan Asuransi Kovensional
Ada
beberapa perbedaan mendasar antara asuransi syariah dengan asuransi
konvensional.
Perbedaan tersebut adalah:
1.
Asuransi syari’ah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) dari MUI
yang bertugas mengawasi produk yang dipasarkan dan pengelolaan investasi
dananya. Dewan Pengawas Syariah ini tidak ditemukan dalam asuransi
konvensional.
2.
Akad yang dilaksanakan pada asuransi syari’ah berdasarkan tolong
menolong. Sedangkan asuransi konvensional berdasarkan jual beli
3.
Investasi dana pada asuransi syari’ah berdasarkan Wakallah bil
Ujrah dan terbebas dari Riba. Sedangkan pada asuransi konvensional memakai
bunga (riba) sebagai bagian penempatan investasinya
4.
Kepemilikan dana pada asuransi syari’ah merupakan hak peserta.
Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Pada asuransi
konvensional, dana yang terkumpul dari nasabah (premi) menjadi milik
perusahaan. Sehingga, perusahaan bebas menentukan alokasi investasinya.
5.
Pembayaran klaim pada asuransi syari’ah diambil dari dana tabarru’ (dana
kebajikan) seluruh peserta yang sejak awal telah diikhlaskan bahwa ada
penyisihan dana yang akan dipakai sebagai dana tolong menolong di antara
peserta bila terjadi musibah. Sedangkan pada asuransi konvensional pembayaran
klaim diambilkan dari rekening dana perusahaan.
6.
Pembagian keuntungan pada asuransi syari’ah dibagi antara
perusahaan dengan peserta sesuai prinsip bagi hasil dengan proporsi yang telah
ditentukan. Sedangkan pada asuransi konvensional seluruh keuntungan menjadi hak
milik perusahaan.
D.
Kelemahan Asuransi
Konvensional
a. Asuransi Konvensional Mengandung Unsur-unsur Tidak Pasti
Ketidakpastian yang dimaksud adalah antara peserta dengan perusahaan sama-sama tidak tahu, berapa yang harus dikeluarkan dan berapa yang akan didapat. Bisa jadi seorang peserta asuransi berharap akan bisa mendapat banyak dari klaim, tapi bisa juga tidak mendapat apa-apa.
Akad ini berarti mengandung jahalah yang diharamkan dalam agama. Di mana penjual dengan pembeli sama-sama tidak tahu keuntungan dan kerugian masing-masing. Karena masih sangat bergantung dengan banyak kejadian.
Ketidakpastian yang dimaksud adalah antara peserta dengan perusahaan sama-sama tidak tahu, berapa yang harus dikeluarkan dan berapa yang akan didapat. Bisa jadi seorang peserta asuransi berharap akan bisa mendapat banyak dari klaim, tapi bisa juga tidak mendapat apa-apa.
Akad ini berarti mengandung jahalah yang diharamkan dalam agama. Di mana penjual dengan pembeli sama-sama tidak tahu keuntungan dan kerugian masing-masing. Karena masih sangat bergantung dengan banyak kejadian.
b. Premi Diputar dalam Investasi dengan Sistem Ribawi
Perusahaan asuransi konvensional membenamkan dananya dengan sistem ribawi. Uang premi yang terkumpul dari peserta akan diinvestasikan dengan cara haram. Karena itu hasilnya pun merupakan uang riba yang haram juga.
Bila peserta asuransi mengajukan klaim, tentu saja uang hasil klaim itu bersumber dari investasi ribawi.
Perusahaan asuransi konvensional membenamkan dananya dengan sistem ribawi. Uang premi yang terkumpul dari peserta akan diinvestasikan dengan cara haram. Karena itu hasilnya pun merupakan uang riba yang haram juga.
Bila peserta asuransi mengajukan klaim, tentu saja uang hasil klaim itu bersumber dari investasi ribawi.
c. Asuransi konvensional termasuk jual beli atau tukar menukar
mata uang tidak tunai
d. Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya
dengan mendahului takdir Allah
Sehingga dengan segala kekurangan ini, banyak ulama yang mengharamkan kesertaan kita dalam perusahaan asuransi konvensional. Sebab asuransi yang begini lebih dekat kepada sebuah perjudian.
Sebagai alternatif dan solusi yang jitu, cerdas dan sesuai syariah, sebaiknya kita mengikuti program asuransi yang resmi menggunakan sistem syariah. Sebab asuransi syariah ini sudah dikaji secara mendalam oleh para ulama, baik di tingkat nasional maupun internasional, serta sudah difatwakan kehalalannya.
Sehingga dengan segala kekurangan ini, banyak ulama yang mengharamkan kesertaan kita dalam perusahaan asuransi konvensional. Sebab asuransi yang begini lebih dekat kepada sebuah perjudian.
Sebagai alternatif dan solusi yang jitu, cerdas dan sesuai syariah, sebaiknya kita mengikuti program asuransi yang resmi menggunakan sistem syariah. Sebab asuransi syariah ini sudah dikaji secara mendalam oleh para ulama, baik di tingkat nasional maupun internasional, serta sudah difatwakan kehalalannya.
E.
Ciri Utama Asuransi Syariah
1. Akad asuransi syari’ah adalah bersifat tabarru’, sehingga tidak mengenal premi melainkan infaq atau sumbangan. Dan sumbangan yang diberikan tidak boleh ditarik kembali.
Atau jika tidak tabarru’, maka andil yang dibayarkan akan berupa tabungan yang akan diterima jika terjadi peristiwa, atau akan diambil jika akad berhenti sesuai dengan kesepakatan, dengan tidak kurang dan tidak lebih. Atau jika lebih maka kelebihan itu adalah keuntungan hasil mudhorobah bukan riba.
2. Akad asuransi ini bukan akad mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi kedua belah pihak. Karena pihak anggota ketika memberikan sumbangan tidak bertujuan untuk mendapat imbalan, dan kalau ada imbalan, sesungguhnya imbalan tersebut didapat melalui izin yang diberikan oleh jama’ah (seluruh peserta asuransi atau pengurus yang ditunjuk bersama).
3. Akad asuransi syari’ah bersih dari gharar dan riba. Sebab perusahaan asuransi diharamkan berinvestasi dengan cara konvensional yang ribawi. Hanya boleh menggunakan sistem syariah, yaitu bagi hasil.
Selain itu jenis usahanya pun harus dipilih yang halal, tidak boleh misalnya untuk pabrik minuman keras, rokok, usah hiburan maksiat dan sebagainya.
4. Asuransi syariah bernuansa kekeluargaan yang kental.
Dan dari segi keuntungan duniawi maupun ukhrawi, asuransi syariah memiliki keunggulan. Antara lain:
F.
Keunggulan Asuransi Syariah
a. Prinsip akad asuransi
syariah adalah takafuli (tolong-menolong). Di mana nasabah yang satu menolong nasabah yang lain yang
tengah mengalami kesulitan. Sedangkan akad asuransi konvensional bersifat tadabuli (jual-beli
antara nasabah dengan perusahaan).
b. Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah (premi) diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharabah). Sedangkan pada asuransi konvensional, investasi dana dilakukan pada sembarang sektor dengan sistem bunga.
c. Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Sedangkan pada asuransi konvensional, premi menjadi milik perusahaan dan perusahaan-lah yang memiliki otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan pengelolaan dana tersebut.
d. Bila ada peserta yang terkena musibah, untuk pembayaran klaim nasabah dana diambilkan dari rekening tabarru (dana sosial) seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk keperluan tolong-menolong. Sedangkan dalam asuransi konvensional, dana pembayaran klaim diambil dari rekening milik perusahaan.
e. Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik dana dengan perusahaan selaku pengelola, dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan dalam asuransi konvensional, keuntungan sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Jika tak ada klaim, nasabah tak memperoleh apa-apa.
f. Adanya Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syariah yang merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan dalam mengawasi manajemen, produk serta kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan dengan syariat Islam. Adapun dalam asuransi konvensional, maka hal itu tidak mendapat perhatian.
b. Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah (premi) diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharabah). Sedangkan pada asuransi konvensional, investasi dana dilakukan pada sembarang sektor dengan sistem bunga.
c. Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Sedangkan pada asuransi konvensional, premi menjadi milik perusahaan dan perusahaan-lah yang memiliki otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan pengelolaan dana tersebut.
d. Bila ada peserta yang terkena musibah, untuk pembayaran klaim nasabah dana diambilkan dari rekening tabarru (dana sosial) seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk keperluan tolong-menolong. Sedangkan dalam asuransi konvensional, dana pembayaran klaim diambil dari rekening milik perusahaan.
e. Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik dana dengan perusahaan selaku pengelola, dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan dalam asuransi konvensional, keuntungan sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Jika tak ada klaim, nasabah tak memperoleh apa-apa.
f. Adanya Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syariah yang merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan dalam mengawasi manajemen, produk serta kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan dengan syariat Islam. Adapun dalam asuransi konvensional, maka hal itu tidak mendapat perhatian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar